Patrolinews.id, Maluku – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Dapil Maluku, Bisri As Shiddiq Latuconsina, S.Sos., mengungkapkan pandangannya mengenai kemiskinan yang masih melanda Provinsi Maluku.
Saat ditemui wartawan di kebun cengkeh Ambon pada Kamis (9/01/25), Bisri menegaskan bahwa, meskipun Maluku saat ini tercatat sebagai salah satu daerah termiskin di Indonesia, ada faktor lain yang berkontribusi terhadap kondisi ini selain kebijakan pemerintah pusat.
“Jadi kita tahu benar bahwa, posisi hari ini Maluku adalah 4 daerah termiskin ke-4 dan kita harus berterima kasih kepada pemerintah pusat karena telah memekarkan 4 daerah-daerah otonomi baru di Papua. Namun, ini hanya dalam angka dan tidak terlihat dalam grafik penurunan tingkat kemiskinan,” ujar Bisri.
Dalam pandangannya, DPD RI memegang peranan penting dalam menjawab kebutuhan reformasi yang berlangsung setelah perubahan sistem tata negara, dari sentralisasi menuju desentralisasi. Reformasi ini diatur dalam Undang-Undang 32 yang memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah. Namun, setelah hampir sepuluh tahun pelaksanaannya, Bisri mengkritisi bahwa daerah-daerah, termasuk Maluku, gagal memanfaatkan kewenangan tersebut untuk inovasi dan pengembangan potensi daerah.
“Undang-undang 32 yang memberikan kewenangan luas kepada daerah ternyata tidak dimaksimalkan. Banyak daerah tidak mampu mengembangkan potensi sumber daya alamnya, sehingga Undang-Undang 23 muncul untuk menggantikan Undang-Undang 32. Ini membawa dampak besar karena kewenangan yang sebelumnya ada di tangan daerah, kini ditarik kembali ke pusat,” ujarnya.
Bisri juga menegaskan bahwa, meskipun kebijakan pusat berperan dalam menciptakan ketimpangan, ia tidak sepenuhnya menyalahkan pusat atas kemiskinan yang ada di Maluku. Menurutnya, banyak kewenangan yang sudah diberikan kepada daerah tetapi tidak dimaksimalkan, yang akhirnya menyebabkan penurunan daya saing dan pertumbuhan ekonomi.
“Saya mau bilang bahwa, kemiskinan di Maluku tidak 100% disebabkan oleh kebijakan pusat. Memang ada faktor tersebut, tetapi sebagian besar juga karena pemerintah daerah saat itu tidak mampu memanfaatkan kewenangan yang diberikan. Ini yang membuat kewenangan itu kembali ke Jakarta,” kata Bisri.
Ia juga mengkritisi, praktik buruk yang terjadi di era Undang-Undang 32, yang disebutnya melahirkan sejumlah masalah, termasuk penyalahgunaan wewenang oleh pejabat daerah, yang berdampak pada ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam, seperti izin tambang dan pengembangan perkebunan yang tumpang tindih.
“Undang-Undang 32 saat berlaku justru melahirkan banyak penjahat dalam bentuk pejabat daerah yang menyalahgunakan kekuasaannya. Banyak izin tambang yang digandakan, begitu juga dengan izin perkebunan yang tidak jelas. Inilah yang membuat kewenangan daerah akhirnya ditarik kembali ke pusat,” ungkap Bisri.
Namun, Bisri tetap optimis terhadap masa depan Maluku. Ia menegaskan bahwa kolaborasi antar lembaga, serta partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat, adalah kunci untuk memajukan daerah ini.
Ia juga menekankan bahwa, kemajuan Maluku tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan juga masyarakat, termasuk generasi muda yang dapat berperan melalui budaya.
“Saya optimis kalau kita mengkonsolidasikan perjuangan Maluku, kita akan menemukan format yang tepat. Saya bertekad untuk terus berkolaborasi dengan semua elemen, termasuk komunitas hip-hop, untuk menciptakan lagu-lagu yang membangkitkan semangat nasionalisme dan menghindarkan anak muda dari narkoba dan seks bebas,” jelasnya.
Ia juga menyebutkan, pentingnya peran tradisi dan kearifan lokal dalam pembangunan Maluku.
“Kesejahteraan Maluku bukan hanya urusan Gubernur atau Bupati, tapi urusan semua orang Maluku, termasuk anak-anak sekolah yang harus punya kontribusi dalam pembangunan,” tegas Bisri.
Di akhir wawancara, Bisri berharap, agar kepemimpinan Gubernur Maluku yang baru, Hendrik Lewerissa, dapat menjahit kembali kekuatan kolektif masyarakat Maluku untuk mewujudkan kebangkitan dan kemajuan daerah.
Menurut Bisri, tantangan besar ke depan adalah bagaimana memanfaatkan semua potensi daerah dan mengoptimalkan kewenangan yang ada untuk kesejahteraan bersama.