Komisi III DPRD Kota Ambon Gelar Rapat Dengar Pendapat Terkait Izin Pertambangan: Dorong Kepastian Regulasi, Perlindungan Usaha, dan Kelestarian Lingkungan

banner 468x60

Loading

PatroliNews.id, Ambon – Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPRD Kota Ambon, yang dilaksanakan pada Kamis (14/8/2025) pukul 11.00 WIT di Ruang Sidang Utama DPRD Kota Ambon, menghadirkan sejumlah pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dinas teknis, pelaku usaha pertambangan, dan anggota DPRD.

Agenda utama rapat ini membahas proses perizinan usaha pertambangan, khususnya yang beroperasi di wilayah Kecamatan Teluk Ambon, serta membangun sinergi dalam penataan ruang dan tata kelola lingkungan.

Ketua Komisi III DPRD Provinsi Maluku, Harry Putra Far Far, SH, menegaskan bahwa, jaminan kepastian regulasi adalah hal yang sangat penting bagi pelaku usaha.

“Kepentingan pelaku usaha, terutama yang beroperasi di wilayah Teluk Ambon, harus terakomodir dalam rencana tata ruang. Bukan hanya untuk mengukuhkan keberadaan mereka, tapi juga memberi rasa nyaman dalam menjalankan usaha,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa, pembahasan izin tambang batuan (galian C) memerlukan komunikasi erat antara pemerintah kota, provinsi, dan dinas teknis seperti Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Dinas Lingkungan Hidup.

Penjelasan Teknis Tata Ruang dan Perizinan

Kepala bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kota Ambon, RF Pattipawaey, menjelaskan bahwa, penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) menjadi kunci bagi proses perizinan. Pihaknya menargetkan pembahasan materi teknis RTRW pada 25 Agustus mendatang, termasuk peninjauan lokasi-lokasi yang selama ini beroperasi tanpa izin resmi.

“Sekitar lima lokasi belum memiliki izin, dan ini akan menjadi perhatian khusus. Kami juga mencatat bahwa kawasan seperti Desa Poka masuk wilayah yang belum sepenuhnya tertata dalam RTRW,” jelasnya.

Robby Dewana, PLT Sekdis Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Kota Ambon menambahkan, keterkaitan antara pertambangan dan permukiman harus dipertimbangkan secara matang.

“Pertambangan mempengaruhi tata kehidupan sosial, infrastruktur, dan daya dukung lingkungan, sehingga kajian teknis tidak bisa diabaikan,” tegasnya.

Pandangan Dinas Lingkungan Hidup

Randy Aunalal dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Ambon memaparkan bahwa, sejak diberlakukannya UU Cipta Kerja, kewenangan perizinan pertambangan berada di provinsi, sementara pemberian izin lingkungan menyesuaikan kewenangan tersebut.

“Kami mengikuti proses revisi RTRW, namun harus dipahami bahwa kegiatan pertambangan yang tidak mengubah peruntukan lahan masih bisa menggunakan dokumen lingkungan yang ada,” ujarnya.

Aspirasi dan Kendala Pelaku Usaha

Sejumlah pelaku usaha mengungkapkan kendala yang dihadapi, mulai dari panjangnya proses administrasi hingga hambatan regulasi.

Haji Mustakin dari CV Naraya menyebut studi kelayakan dan kelengkapan dokumen memakan waktu lama.

Ibrahim Parera, pengelola galian C di Desa Nania, menceritakan perjalanan panjang usahanya sejak 1980-an yang kerap terkendala perubahan aturan tata ruang dan perizinan.

Wilson Prima Jaya berharap, wilayah berbatu di Poka dapat dimasukkan ke zona galian C.

Pandangan Anggota DPRD dan Usulan Solusi

Anggota DPRD Kota Ambon, Lucky L. U. Nikyuluw, S.Pi., M.Si., menilai persoalan ini sangat dilematis karena di satu sisi galian C berkontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun di sisi lain harus taat pada regulasi.

Ia mengusulkan koordinasi intensif antara pemerintah kota, provinsi, dan dinas terkait agar kebijakan keringanan dapat diberikan kepada pelaku usaha yang sudah membayar pajak.

Valentino J. Amahorseja, SE, M.M. menegaskan, dukungan penuh bagi pelaku usaha sepanjang kegiatannya memberikan manfaat dan tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

Ia mengingatkan bahwa, kasus seperti di Raja Ampat, di mana izin dicabut karena laporan masyarakat, menjadi pelajaran penting.

Pentingnya Percepatan Administrasi dan Sinergi Lintas Sektor

Femri Tuwanakotta, S.Kom., M.Si., mendorong percepatan proses administrasi agar pelaku usaha segera memenuhi kewajiban perizinan.

Aditya Sahuburua, SH., M.H. menambahkan bahwa, koordinasi lintas sektor diperlukan untuk menciptakan investasi yang aman, menyerap tenaga kerja, dan mengurangi pengangguran.

Hadi Mairuhu mengingatkan bahwa, rencana pemerintah pusat untuk menarik kembali kewenangan perizinan dari provinsi harus diantisipasi dengan percepatan penyelesaian RTRW.

Andi Rahman menekankan bahwa, penetapan tata ruang adalah syarat utama sebelum Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dapat berjalan.

Perhatian terhadap Dampak Lingkungan

Body W. R. Mailuhu, SE menegaskan bahwa, dampak lingkungan seperti banjir dan kerusakan infrastruktur tidak boleh diabaikan.

“Kami memberi karpet merah bagi investor, tapi dampak lingkungan harus menjadi perhatian utama,” ujarnya.

Hal ini diperkuat oleh Ma’ad Patty, S.H., M.H.,selalu Sekretaris Komisi III yang menilai perlunya koordinasi menyeluruh, termasuk mempertimbangkan AMDAL dan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan.

Kesimpulan Rapat dan Langkah Lanjutan

Ketua Komisi III DPRD Provinsi Maluku, Harry Putra Far Far, SH, menyimpulkan bahwa:

  • Perusahaan yang sudah memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) tetap beroperasi.
  • Perusahaan yang belum memiliki WIUP akan difasilitasi dalam rapat lanjutan.
  • DPRD akan membantu proses koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Maluku dan ESDM.
  • Kepastian tata ruang untuk wilayah Poka dan Passo akan menjadi prioritas, terutama yang berada di luar kawasan hutan lindung.
  • Pemerintah Kota Ambon juga berkomitmen mendorong percepatan pengurusan izin, memverifikasi data perusahaan tambang batuan, dan mengkonsultasikan pola ruang yang sesuai.
  • Harapannya, dalam waktu 1–2 bulan seluruh pelaku usaha yang memenuhi syarat dapat mengantongi legalitas dan beroperasi tanpa hambatan, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan kepentingan masyarakat.

 

PatroliNews.id – Untuk Rakyat, Fakta dan Keberanian Menyuarakan Kebenaran

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60